Roisah Hasti N.R., S. Pd.I., M. Psi
Memasuki bulan Oktober 2024 nanti, akan terjadi pelantikan Presiden RI terpilih yang baru. Tentu saja pergantian presiden ini juga akan diikuti banyak pergantian lainnya termasuk kementrian. Walaupun saat kampanye Presiden terpilih mengusung keberlanjutan, namun dengan perubahan kabinet dan kebijakan-kebijakan yang baru, tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada perubahan kebijakan dalam dunia pendidikan pula.
Belajar dari perubahan yang terjadi tiap 5 tahun dengan pergantian mentri, betapa banyak opini masyarakat umum yang muncul bahwa ganti mentri biasanya akan ganti kurikulum. Pergantian kurikulum selama ini masih pro kontra. Bagi sebagian yang pro, kurikulum perlu berubah agar mampu menyesuaikan perkembangan jaman. Sementara bagi yang kontra lebih karena akan banyak perubahan teknis baik muatan kurikulum, aturan maupun istilah-istilah kecil yang harus disesuaikan sebagai bentuk dari konsekuensi perubahan tersebut. Perubahan ini sudah dapat kita rasakan sangat membutuhkan waktu, pemikiran, adapatasi yang tidak singkat serta biaya yang tidak sedikit.
Sebenarnya jika semua pihak mampu memahami hakekat sebuah pendidikan, maka apapun nama kurikulum, siapapun mentri bahkan di manapun berada, tidak akan mempengaruhi hakekat tersebut. Kurikulum, apapun sebutannya baik itu KTSP, K-13 atau Kurtilas termasuk Kurmer bahkan nanti akan ganti nama yang lain pun tidak akan banyak berpengaruh. Dalam hal ini, setiap satuan pendidikan perlu memahami dan menerapkan visi transformasi pendidikan. Ada 4 visi transformasi pendidikan yang jika ini mampu dipahami dan diterapkan oleh setiap satuan pendidikan maka pendidikan akan berjalan dengan baik dan tujuan pendidikan akan tetap tercapai.
Pendidikan adalah upaya mencerdaskan generasi bangsa sehingga peserta didik menjadi tujuan utama dalam setiap proses pembelajaran di satuan pendidikan. Selama ini walaupun filosofi sudah menekankan tentang berpusat pada pserta didik, namun dalam penerapannya masih banyak kita jumpai yang justru berpusat pada guru. Maka filosofi: berpusat kepada peserta didik yang di Kurmer sudah mulai komitmen, semoga akan terus terjaga walaupun ada perubahan kurikulum maupun pergantian mentri Pendidikan sekalipun. Filosofi: berpusat kepada peserta didik 1)
Selain itu, setiap satuan pendidikan yang memiliki lingkungan belajar: aman, nyaman, menyenangkan dan inklusif juga harus menjadi prioritas. Apalah artinya ada perubahan kementrian maupun kebijakan lainnya jika lingkungan belajar siswa kurang diperhatikan. Hal ini tentu akan berdampak langsung dengan motivasi siswa saat belajar di sekolah (student well-being). Lingkungan belajar: aman, nyaman, menyenangkan dan inklusif 2)
Perubahan besar yang sangat dirasakan sisi positifnya dalam IKM adalah peningkatan kompetensi guru yang harus semakin adaptif, dan mau berbagi atau sharing ilmu kepada yang lain. Sarana belajar bagi guru demikian banyak baik di dunia nyata (seminar, diklat dan lainnya) maupun dunia maya (seperti: PMM, webinar online, komunitas-komunitas). Saat pembelajaran, refleksi juga menjadi bagian penting yang selalu dihadirkan. Demikian juga dengan pelibatan aktif atau kolaboratif warga sekolah, terlihat semakin meningkat. Hal inilah yang menjadi perwujudan bahwa pendidikan menjadi tanggung jawab banyak fihak, bukan sekolah semata. Budaya sekolah: refleksi; belajar, berbagi, berkolaborasi 3)
Tidak kalah penting adalah adanya peningkatan hasil belajar siswa. Ujung dari sebuah proses Pendidikan adalah adanya perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Idealnya hasil sebuah pendidikan dikatakan sukses jika hasilnya dapat terlihat dan dapat dirasakan jangka panjang (berkelanjutan). Ketika hasil baik dan berkelanjutan maka akan menjadi sebuah karakter atau budaya sehingga dalam skala luas akan mempengaruhi kualitas suatu negara. Hasil belajar murid: ada peningkatan secara berkelanjutan 4)
Keempat visi transformasi satuan pendidikan inilah yang seharusnya menjadi pegangan kuat semua satuan pendidikan walaupun terjadi banyak perubahan bahkan berganti masa.
