Wasis Pambudi, S.Pd., M.Pd.
Kepala SMAIT Hidayah Klaten
Yayasan Hidayah Klaten
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia yang amat mendasar. Pendidikan dibutuhkan mengubah tingkah laku manusia dan mengembangkan setiap potensi ke arah yang lebih baik. Menurut UUD 1945 pasal 31 disebutkan bahwa pendidikan merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Pendidikan juga merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang kehidupanan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kualitas suatu bangsa tak terlepas dengan bagaimana kualitas layanan pendididikan bangsa tersebut bagi seluruh warga masyarakatnya.
Ki Hajar Dewantara, bapak Pendidikan Nasional telah menanamkan tiga butir semboyan yang sangat inspiratif dalam pendidikan. Yaitu, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ing ngarsa sung tulada mempunya arti bahwa “di depan menjadi contoh atau keteladanan”. Ini artinya, seorang pendidik, guru dan pengajar sebagai seorang pemimpin pengajaran harus bisa memberikan contoh serta keteladanan kepada orang lain di sekitarnya. Ing madya mangun karsa artinya “di tengah memberi atau membangun semangat, niat, maupun kemauan”. Semboyan ini bermakna bahwa ketika guru atau pengajar berada di tengah-tengah orang lain maupun siswanya, guru harus bisa membangkitkan atau membangun niat, kemauan, dan semangat mereka. Tut wuri handayani memiliki arti “di belakang memberikan semangat atau dorongan”. Hal ini dimaksudkan bahwa ketika berada di belakang, seorang pendidik, pengajar atau guru harus bisa memberikan semangat maupun dorongan kepada para muridnya untuk terus maju dan berkembang.
Terinspirasi dari uraian filosofi semboyan Pendidikan Ki Hajar Dewantara, penulis menarik kata kunci penting tentang pendidikan, bahwa Pendidikan adalah Cinta dan Keteladanan. Cinta merupakan energi yang membuat pelaku pendidikan, seperti pendidik, pengajar dan guru untuk mencurhkan energinya secara maksimal dalam memberikan layanan pendidikan kepada peserta didiknya. Energi ini bisa berupa materi maupun non materi. Diantaranya seperti ketulusan jiwa, kasih sayang, kepedulian, semangat dalam mengabdi, kehadiran maupun professional dalam penguasaan materi bahan ajar. Cinta akan mendorong guru untuk dapat mencurahkan yang terbaik apa yang ia punya. Cinta juga akan membawa niat yang sangat mulia ketika mengajar pada peserta didiknya. Bukan hanya sekedar menjalankan profesi dengan imbalan gaji bulanan belaka. Melainkan diatas itu, melaksanakan jihad mulia dalam rangka menyeru kebaikan dan untuk turut mencerdaskan anak bangsa. Maka dapat dikatakan bahwa cinta dalam pendidikan telah menembus batas-batas yang kasat mata.
Cinta dalam Pendidikan akan menghadirkan layanan pendidikan yang jauh lebih hidup dan penuh makna. Coba bayangkan jika guru mengajar tanpa cinta, mereka hanya akan menjadi para pekerja pendidikan yang rutin mengharap slip bulanan semata. Mengajar sekenanya, tanpa perlu stress memikirkan perkembangan peserta didiknya. Mau berkembang ya syukur.., mau tidak berkembang ya jadi urusan masing-masing peserta didik. Tanpa adanya Cinta Pendidikan hanya akan hadir sebagai ikatan transaksional tanpa adanya ikatan emosional. Guru hanya fokus untuk melaksanakan tugas transfer knowledge, tanpa peduli untuk melakukan character building kepada para peserta didiknya. Jika pendidikan hadir tanpa cinta, maka kita akan menyaksikan layanan pendidikan yang makin hampa dan pada akhirnya tujuan awal melahirkan generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak mulia, sekedar menjadi halusinasi belaka.
Cinta para pendidik di dalam memberikan layanan pendidikan menuntut sebuah hal besar, yaitu keteladanan. Keteladanan mutlak dibutuhkan bagi siapa pun yang menghadirkan dirinya sebagai seorang Pendidik. Kembali memaknai ing ngarsa sung tuladha bahwa setiap pendidik, guru dan pengajar adalah para pemimpin yang harus mampu menjadi suri teladan yang baik bagi siapapun bukan hanya bagi siswanya saja. Mereka harus bisa hadir menjadi contoh kebaikan bahkan di lingkungan manapun, bukan hanya di sekolah. Di keluarga guru adalah teladan, begitu juga di masyarakat guru juga hadir menjadi teladan bagi lingkungan sekitarnya. Jika kita memaknai ing ngarsa sung tuladha secara sempit “di depan memberikan contoh”, maka akan banyak guru yang tak merasa punya tanggungjawab memberikan keteladan lagi ketika sedang tidak berada di depan kelas. Maka tak sedikit berita tentang guru yang berbuat asusila karena beranggapan bahwa dia menjadi teladan hanya ketika di depan kelas saja.
Dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bab IV pasal 10 ditegaskan bahwa untuk mampu melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, seorang guru harus memiliki empat kompetensi inti yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Diantara keempat kompetensi tersebut terdapat kompetensi Kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Dari uraian kompetensi kepribadian ini, dapat disimpulkan guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan menjadi teladan.
Keteladanan seorang guru akan menjadi jiwa dalam pembelajaran agar setiap kebaikan yang disampaikan kepada para peseta didiknya dapat mengena. Karena tugas sesungguhnya dari seorang guru bukan hanya mengajar, mentransfer ilmu, tapi juga mendidik agar siswanya memiliki akhlak yang mulia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab II Pasal 3, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan Pendidikan nasional tersebut tak mungkin akan bisa terwujud jika para guru tidak dapat menjadi suri teladan yang baik bagi para peserta didik. Ada beberapa keteladanan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, diantaranya:
1. Keteladanan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Keteladanan dalam menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia.
3. Keteladanan dalam semangat, kerja keras dan pantang menyerah.
4. Keteladanan dalam komitmen dan disiplin.
5. Keteladanan dalam berprestasi dan profesionlisme kineja.
